3
Contoh Studi Kasus Telematika
1.
Kasus Penyadapan Jaringan Telekomunikasi Indonesia
Dokumen
Snowden menunjukkan, dinas spionase elektronik Australia melakukan penyadapan
secara massal terhadap jaringan komunikasi dan pengumpulan data yang dilakukan oleh
sejumlah provider di Indonesia.
Hal ini
mendapat sorotan dari sejumlah pengamat telekomunikasi. Ini juga menandakan
seluler di Indonesia tidak aman.
"Ini tentu kabar mengejutkan. Sebab penyadapan
ini menunjukan, jaringan komunikasinya tidak aman. Konsumen harus lebih
hati-hati dengan kejadian ini," kata Agus Pambagio, pemerhati kebijakan
publik dan perlindungan konsumen, kepada INILAHCOM, Rabu (19/2/2014).
Agus
meminta konsumen lebih hati-hati dalam menggunakan layanan telekomunikasi. Dia
menyarankan agar konsumen bisa memilih layanan telekomunikasi yang aman dan
bisa melindungi kepentingan konsumen. Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo
menegaskan, provider besar seperti Telkomsel harus menjelaskan kepada publik
soal ketidakamanan jaringan telekomunikasi mereka.
"Mengapa bisa sampai disadap, apakah ada unsur kesengajaan atau
tidak. Perlindungan konsumen harus jadi concern utama," kata Sudaryatmo.
Menurut dia, kejadian ini bisa menjadi pelajaran
bagi pengguna layanan telekomunikasi Telkomsel. Konsumen diminta hati-hati
setelah terkuaknya indikasi tidak aman atas operator seluler tersebut.
"Penyadapan ini sangat merugikan konsumen,
Telkomsel harus bisa menjelaskan ini ke publik," kata Sudaryatmo.
Sepanjang
2013, Australian Signals Directorate mendapatkan hampir 1,8 juta kunci
enskripsi induk yang digunakan operator selular Telkomsel untuk melindungi
percakapan pribadi dari pelanggannya. Intelijen Australia juga membongkar semua
enskripsi yang dilakukan Telkomsel. Data pengguna telepon seluler pada 2012
menunjukkan, Telkomsel memiliki 121 juta pelanggan atau menguasai sekitar 62
persen pasar.
Khusus
untuk Indonesia, bila bocoran Snowden menyatakan penyadapan dilakukan kepada
para pejabat, bocoran terbaru memperlihatkan, kegiatan penyadapan oleh AS dan
Australia sudah merasuk ke komunikasi pribadi pelanggan selular di Indonesia
melalui Telkomsel.
Intersepsi Australia atas layanan telekomunikasi berbasis satelit di
Indonesia dilakukan melalui Shoal Bay Naval Receiving Station, fasilitas
intersepsi satelit yang berlokasi dekat Darwin. AS dan Australia juga mengakses
panggilan telepon dan lalu-lintas internet yang dilakukan menggunakan kabel
bawah laut yang beroperasi melalui dan ke Singapura.
"Dari ulasan berita diatas seharusnya Mahkamah
Pidana Internasional yaitu Pengadilan Kriminal Internasional mengusut hal ini
dan mengadilinya karena hal ini sudah menyangkut HAM suatu negara. Bahkan
PBBpun harusnya ikut campur tangan"
http://nasional.inilah.com/read/detail/2075610/jaringan-telekomunikasi-di-indonesia-tidak-aman
2.
Kasus Spionase terhadap Indonesia
Dunia
Intelijen merupakan dunia klandestine yang sangat berbeda dengan dunia media
terbuka apalagi infotaiment. Distribusi infonya pun berbeda, jika media ditujukan pada publik secara luas dan
masif sedangkan intelijen secara tertutup dan sangat terbatas, hal inilah yang
sering terkesan bahwa intelijen lambat bahkan kecolongan, karena memang
informasi yang dimiliki bukan ditujukan untuk umum.
Terhadap
dinamika isu penyedapan yang dilakukan negara asing kepada Indonesia memicu
polemik dan pendapat beragam, ada yang menyatakan kemarahannya terhadap negara
asing tersebut, namun juga ada yang menyalahkan lembaga intelijen Indonesia,
jadi wajar saja dinamika semacam itu, artinya kalau lembaga negara sedang
diserang intelijen asing, akan banyak kritik yang membangun, jadi tetap positif
thinking, walau ada juga yang asal bunyi
alias "asbun" dan itu biasanya
yang sudah kesusupan dana I-War (Informasi War) atau perang informasi, Misalnya
tentang spionase yang dilakukan oleh Australia di negaranya DSD (Defence Signal
Directorate) mendapat kritik dan kecaman masyarakat Australia sendiri karena dianggap skandal yang memalukan dan
membahayakan warga negaranya.
Tekanan
publik Australia atas tindakan DSD tentu menjadi medan peperangan baru bagi DSD
di negaranya sendiri. Tekanan publik inilah yang kemudian mau dialihkan ke
Indonesia dengan melakukan I-War semacam pergeseran isu dari spionase Australia
yang dihujat oleh publiknya sendiri di geser ke
Indonesia dengan menggunakan antek-anteknya guna menyerang balik lembaga
negara di Indonesia yang punya otoritas atas keamanan rahasia Indonesia
(seperti aparat Intelijen, Lemsaneg, Kemenhan dll) dengan tuduhan intelijen,
atau aparat keamanan Indonesia lemah, kecolongan, dan hanya sibuk ngurus yang
lain dan sebagainya.
Sepertinya masyarakat Indonesia sudah cerdas, mana yang mengkritik atas
nama nasionalisme dan mana yang megalihkan isu secara tidak bertanggung jawab,
atau mungkin memang sudah menjadi agen asing yang sudah tidak peduli dengan
negaranya .
Indonesia
sebagai korban "spionase gagal" Australia, tentunya sudah melakukan
penangkalan dalam bidang intelijen. Apalagi fenomena sadap menyadap sudah
menjadi rahasia umum dunia intelijen khususnya negara-negara asing tersebut
yang kecendrungannya semakin panik melihat perubahan perkembangan strategis
dunia, dimana Indonesia semakin diperhitungkan. Atas dasar itulah, pastinya
Indonesia sudah mengantisipasinya, bisa jadi info-info yang didapat oleh
negara-negara asing tersebut hanyalah garbage information.
"Kalo Indonesia terus-terusan menjadi korban
hanya diam dan berujung damai harga diri bangsa Indonesia akan hilang,
seharusnya juga bangsa Indonesia membawa kasus ini ke pengadilan internasional
ataupun PBB"
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=13849&type=116#.VKbBcdWG_IU
3.
Kasus perampokan dalam Taksi Express
Taksi
curian Express yang digunakan untuk merampok penumpang tidak bisa dilacak
keberadaannya. Menurut Pengamat Telematika Abimanyu, taksi Express sebenarnya
sudah dilengkapi dengan sistem pelacakan lokasi / GPS (Global Positioning
Systems) yang berbasis sentra atau Digital Dispatch System.
Untuk melacaknya keberadaan taksi atau kendaraan
yang dicuri berikut adalah pendapat Abah sapaan Abimanyu ;
Poll cukup mencantumkan semua taksi yang sah serta
nopolnya ke dalam dispatching server dan SMS
Polisi tinggal memantau pergerakan taksi, bila ada
yang mencurigakan polisi tinggal SMS ke server nomor lambung atau nopol taksi
ybs, dan server akan menjawab lokasi taksi ybs. Bila jawaban dari server tidak
sesuai dengan kenyataan maka 100% itulah taksi yang dicari, bisa segera
ditangkap
Ada baiknya argometer yang ada dihubungkan dengan
GPS. Sehingga bila GPS mati maka Argo juga tidak mau berfungsi. Bila argo tidak
berfungsi kecil kemungkinan penumpang mau naik taksi spt itu. Dengan demikian
probabilitas taksi utk dapat melakukan kriminal semakin kecil
Ada baiknya pula taksi dipasangi RFID scanner yg
dapat mendeteksi (secara unattended) sesama taksi dan kemudian melaporkan
status tsb ke server kemudian pada server dibuatkan subrutin yg akan mengecek
masing2 taksi.. bila hanya ada 1 laporan berarti taksi yang tidak melapor
adalah taksi yang dicurigai, dan lokasinya langsung terdeteksi berdasarkan
laporan taksi lain yang dekat itu.
Apabila tidak ada laporan DDS berarti besar
kemungkinan pelaku telah merusak / menaklukan alat. Dan itu mudah terdeteksi
pada tahap #1 sehingga cepat terdeteksi taksi mana yang dicurigai.
Tempat2 perparkiran sebaiknya dilengkapi black list
check dan daftar taksi yang mencurigakan ini sebaiknya dapat diakses tempat2
parkir. Sehingga bila taksi kriminal tsb masuk ke salah satu perparkiran maka
sistem akan mudah mendeteksinya utk kemudian melaporkan ke pusat.
http://www.lapantuju.com/2014/12/inilah-solusi-telematika-taksi-express-dipakai-kriminal/
0 komentar:
Posting Komentar